Mempertahankan “kepribadian” dari suatu merek tidak hanya harus
dilakukan oleh perusahaan saja, tetapi juga oleh partner bisnis perusahaan
(dealer, harus bisa menjaga nama brand
expreience sesuai dengan yang anda inginkan). Umumnya, jika pengguna “suatu
merek” pada suatu produk dianggap berhasil maka ia akan menggunakan “merek yang
sama” tersebut untuk produk-produk yang lainnya. Namun yang harus di
pertimbangkan oleh suatu perusahaan adalah seberapa jauh suatu “merek” dapat
dipakai secara berulang-ulang tanpa kehilangan arti sesungguhnya. Oleh karena
itu perusahaan-perusahaan dituntut
untuk bekerja lebih keras lagi dalam menciptakan dan memajukan merek mereka.
”Seseorang yang bodohpun dapat menjual barang.
Namun untuk menciptakan suatu ”merek” terkenal dibutuhkan orang yang jenius”.
Apa
yang membuat suatu ”merek” nilainya bisa begitu selangit? Merek adalah semacam
jaminan faktor yang dapat mengurangi ketidakpastian konsumen. Atau dengan kata
lain, merek dapat meningkatkan sense of
value terhadap konsumen sehingga memberikan nilai tambah untuk menjadikan
produk atau jasa yang ditawarkan sebagai pilihan. Kesediaan konsumen untuk
membayar ”lebih” inilah yang membuat ”merek” memiliki nilai yang dapat
diterjemahkan dalam dolar atau rupiah (konsep pembayaran).
Dengan
merek, promosi terhadap produk atau jasa akan lebih murah. Sebab dengan promisi
dapat menekankan harga, atribut merek atau atribut instrinsik (ekuitas) merek.
Ekuitas merek ini dikomunikasikan melalui simbol visual atau pesan konsisten
yang memungkinkan konsumen dengan mudah membedakannya dengan produk lain.
Melalui komunikasi yang efektif terhadap target pasar yang tepat akan membuat
konsumen mempertimbangkan merek mana yang akan mereka pilih sesuai dengan
kebutuhan atau keinginannya.
Kelebihan
merek atau brand, jika suatu memiliki
persepsi nilai tinggi berdasarkan pertimbangan konsumen dan ekuitas tangible dan instriksik satu merek
secara konsisten lebih tinggi ketimbang merek lain dari kategori yang sama,
maka ”merek” tersebut akan mampu merebut ”loyalitas” konsumen sehingga mereka
akan membeli ulang dan merekomendasikan orang lain untuk ”ikut” membeli.
Ekuitas merek dapat diukur melalui survei pelanggan pada tingkat kategori.
Ada
beberapa hal yang bisa di brandingkan (diberi nama). Pemberian nama tidak saja
berlau pada suatu produk atau layanan saja tetapi juga bisa terhadap:
1.
Retailer dan distributor - bisa di brandingkan.
Contohnya melalui
produk-produk private label seperti garam, gula atau minyak goreng bermerek
Hero. Akibatnya banyak retailer semakin memiliki power tinggi. Karena itulah
tidak heran banyak yang berlomba membuat barang-barang dengan menggunakan merek
peritel yang memiliki ekuitas kuat seperti Hero, Matahari, Goro, Ramayana, dll
2.
Orang - ternyata juga membrandingkan dirinya.
Contohnya Krisdayanti, Inul
Daratista atau Michael Jackson. Karena itu anda harus membangun ekuitas merek
bagi diri anda sendiri. (Personal branding)
3. Organisasi – juga bisa dibranding.
Contohnya Palang Merah
Indonesia (PMI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kesemua ini adalah merek yang
harus terus ditingkatkan ekuitasnya.
4.
Perusahaan (Corporate branding) seperti
Astra International, Nestle, Unilever, P & G, dll.
5. Berbagai event olahraga – seperti Piala
Dunia, All England, NBA, PON atau Galatama juga bisa dibrandingkan tujuannya
untuk meningkatkan value-nya ke stakeholder. Contoh
nya Piala Dunia yang digelar empat tahun sekali ini memiliki ekuitas merek yang
sangat kuat sehingga selalu menarik perhatian diseluruh dunia dan mendatangkan
“sponsor iklan” milliaran dollar atau rupiah.
6. Karya seni juga bisa dibrandingkan. Contoh
nya karya seni Van Gogh atau Affandi adalah sebuah merek yang nilai nya bisa
mencapai jutaan dollar.
7.
Tempat,daerah atau suatu daerah wisata dinegara
tertentu juga bisa di-branding-kan. Contoh nya singapore
adalah nama suatu negara wisata yang mem-branding-kan
diri dengan slogannya: The New Asia
untuk memperkuat ekuitas mereknya, Singapura selalu mengadakan berbagai program
baru. Begitu juga dengan Yogyakarta melakukan branding dengan slogan: Jogja
Never Ending Asia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar